Sore itu, Hayashibara Mikan mendapat giliran piket kelas. Namun, teman-temannya yang seharusnya tugas malah tidak ada. Beberapa ada yang pulang dan beberapa lagi tak jelas kabarnya. Tapi, karena Mikan tak ingin diomeli guru, akhirnya dia memutuskan untuk mengerjakan piket sendirian.
Mikan baru saja akan mennyimpan kursi yang sudah reyot di gudang belakang saat dia merasa ada seseorang yang mengamatinya. Dia melihat ke sekeliling, memeriksa apa ada orang di sana. Tidak ada siapapun. Mikan mengedikkan bahu dan melanjutkan pekerjaannya.
"Hei, kau rajin juga ya," kata sebuah suara.
"Yang lain itu tidak rajin, makanya aku terlihat rajin," jawab Mikan sekenanya.
Beberapa saat kemudian, dia baru sadar, dengan siapakah dia berbicara? Saat Mikan berbalik, dia melihat ada seorang pemuda berdiri di belakangnya. Yang aneh, pemuda itu seperti tengah melayang. Mikan melirik ke bawah, dan ternyata pemuda itu memang tidak berkaki. Dia hantu!
"Sedang apa kau di sini?" tanya Mikan dengan tenangnya. Hantu pemuda tadi terkejut melihat reaksi Mikan yang terlihat seperti sudah biasa dengan hantu dan semacamnya.
"Kau, tidak takut hantu?" tanya si pemuda hantu tadi.
"AKu tinggal di kuil, masalah mengusir hantu sudah makanan sehari-hari. Mau coba?" tantang Mikan mengacungkan batang pipa yang entah bagaimana ada di gudang itu.
"Ah! Jangan dulu! Kau tidak ingin tahu kenapa aku masih ada di dunia ini?" tanya hantu itu.
"Untuk apa?" tanya Mikan lagi, siap membaca mantra.
"Aku masih punya ganjalan, makanya tidak bisa kembali ke alam sana! Mau kan kau membantuku supaya aku bisa tenang?" pinta hantu itu. Ini kali pertamanya Mikan dimintai tolong oleh hantu yang terjebak di dunia ini. Biasanya sih setelah si hantu itu mengacau sedikit langsung Mikan hilangkan, tapi kali ini berbeda.
"Membantu apa?" Mikan menurunkan pipanya.
Tiba-tiba, raut wajah hantu itu berubah, dan dia melesat secepat angin memasuki tubuh Mikan. Mikan kaget karenanya.
"Hei! Kau ini! Kenapa malah merasukiku! Cepat keluar sana!" perintah Mikan.
"Nanti, setelah semua ganjalan di hatiku hilang, baru aku mau keluar dari tubuhmu," jawab hantu itu.
"Ah, malas sekali! Cepat keluar, atau aku tarik dengan paksa!" Sebenarnya Mikan hanya menggertak. Ilmunya belum sampai untuk mengusir keluar hantu yang merasuki manusia.
"Ayolah, bantu aku. Setelah ini aku janji akan pergi ke dunia sana. Kalau kau mau membantuku, nanti aku akan membantumu juga, apa saja," tawar hantu itu.
Mikan berpikir. Ini pengalaman pertamanya dirasuki hantu seperti ini. Geli rasanya mengetahui ada jiwa lain dalam tubuh sendiri. Selain itu, Mikan yang pada dasarnya suka menolong, merasa tidak bisa membiarkan hantu itu tetap berkeliaran dan membuat ruang musik ini seperti angker.
"Baiklah. Tapi kau harus membantuku dan kalau sudah selesai langsung pulang ya," ujarnya.
"Siaap! Oh ya, namaku Kazuya. Kau?"
"Mikan. Hayashibara Mikan."
"Salam kenal, Micchan."
***
Keesokan paginya..
"Micchan.. Bangun, Micchan.. Nanti terlambat."
Suara itu membuat kelopak mata Mikan terbuka. Dari sela gorden yang tidak terutup rapat, dia melihat mentari belum sempat muncul. Dia heran, siapa yang membangunkannya sepagi ini.
Dengan segera Mikan teringat akan Kazuya si hantu yang merasukinya. Itu pasti suaranya!
"Kazuya!" seru Mikan. Arwah penasaran itu sedang santai-santainya berkeliling kamar Mikan sambil melayang.
"Akhirnya bangun juga. Ayo, cepat turun dari sana dan beres-beres lalu siapkan bento! Ayo, cepat," perintah Kazuya.
"Seenaknya saja kau menyuruh. Sudah, jangan ganggu aku sampai waktunya aku bangun!" sahut Mikan yang menghempaskan wajahnya di bantal. Kazuya hanya cemberut, tapi dia tak mengganggu Mikan lagi setelahnya.
***
Sudah seminggu sejak Kazuya merasuki Mikan. Banyak yang mereka sudah lakukan, seperti bermain di taman bersama anak-anak TK yang baru pulang, membeli es krim tiga tingkat, dan lain sebagainya. Rata-rata membuat Mikan capek sendiri.
"Micchan, minggu ini kau harus kosongkan jadwalmu," kata Kazuya di tengah perjalanan Mikan menuju sekolah. Walau Mikan bisa melihatnya, tak perlu khawatir Kazuya akan mengejutkan semua orang.
"Memangnya mau apa?" tanya Mikan perlahan, takut disangka gila karena bicara sendiri.
"Ada satu tempat yang belum pernah aku datangi sampai waktunya aku mati. Aku ingin pergi ke sana," ujar Kazuya.
"Tempat apa?" tanya Mikan.
"Itu," Kazuya menunjuk suatu poster yang tertempel di dinding sebuah toko. Taman ria.
"Kau menyuruhku ke taman ria?" tanya Mikan setengah tak percaya. Bukan kenapa-napa, tapi itu artinya Mikan akan 'nge-date' dengan hantu!
"Kau sudah janji akan membantuku kan? Kau boleh mengajak orang lain kalau kau tak suka pergi sendirian, eh, berdua hanya denganku," tambah Kazuya.
"Minggu ini, aku tidak janji. Kau jangan menuntut tapinya," kata Mikan setelah berpikir sejenak. Kazuya mengangguk dan tersenyum lebar.
Seseorang menepuk bahu Mikan dari belakang. Mikan menoleh karena merasa dipanggil, sedangkan Kazuya menoleh karena tangan yang tadi menepuk itu menembus tubuhnya yang transparan.
"Eh, Naoto, selamat pagi," sapa Mikan pada teman sekelasnya itu.
"Pagi juga. Kau bicara dengan siapa?" tanya Naoto. Ternyata dia mendengar pembicaraan Mikan dan Kazuya.
"Tidak, bukan siapa-siapa, aku hanya bicara sendiri," sangkal Mikan. Naoto mengangguk.
"Bagaimana persiapan festival kebudayaannya? Kalian sudah menemukan temanya?" ujar Mikan. Naoto itu sekretaris Seitokai, dewan siswa SMA Seisou dan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan festival di SMA ini.
"Masih dalam tahap menyusun konsep. Semoga saja festival kali ini bisa sukses besar. Kaichou mengusulkan dua orang untuk bermain piano di acara puncaknya. Katanya keduanya teman sekelasnya dan juga pianis jenius. Pasti menarik," jawab Naoto.
"Begitu ya. Aku sudah tidak sabar. Ngomong-ngomong, yang tadi itu bel ya?" tanya Mikan. Benar saja, bel masuk berdering keras, memanggil semua siswa SMA Seisou yang masih dalam perjalanan untuk mempercepat langkah mereka. Mikan dan Naoto berlari berpacu dengan waktu.
***
Sampai waktu pulang sekolah, Mikan merasa ada yang aneh. Sejak tadi Kazuya tidak berkicau. Tepatnya sejak Naoto bertemu dan ngobrol seru dengan Mikan pagi tadi. Bahkan saat Mikan sedang makan di waktu istirahat, Kazuya tetap tenang, berbeda dengan semalam, saat dia mengancam akan muncul di hadapan orangtuanya di tengah makan malam (Mikan tak menganggap itu ancaman dan tidak mengacuhkannya). Mikan jadi heran dengan perilaku Kazuya hari ini.
"Kazu, kenapa kau hanya diam sejak tadi? Sudah hilang ya?" tanya Mikan.
"Aku sudah lupa kapan terakhir kali aku mengobrol dengan temanku seperti tadi," jawabnya. Mikan mengerti, dan sayangnya dia tak punya kata-kata bagus untuk menghibur arwah itu.
"Kalau aku boleh tahu, kau mati kapan dan kenapa?"
"Entahlah, aku tak ingat," jawab arwah itu.
"Baiklah, jangan paksakan dirimu. Soal hari Minggu nanti, aku benar-benar boleh mengajak orang lain?" tanya Mikan.
"Iya, boleh saja, aku tak keberatan. Asalkan Micchan menepati janjimu, aku sudah senang," ujar Kazuya.
***
Wajah Mikan yang cemberut kontras dengan cuaca hari ini yang begitu cerah. Semua orang, tepatnya tiga orang, yang dimintai Mikan untuk menemaninya ke taman ria demi memenuhi permintaan si hantu Kazuya, membatalkan janji mereka mendadak. Ada yang harus menjenguk kakeknya, ada yang punya janji dengan dokter sejak dua minggu lalu, dan ada juga yang tiba-tiba sakit perut. Jadilah Mikan harus pergi sendiri secara fisik.
"Sudahlah, Micchan, kalau kau memang tidak mau, kita bisa pergi lain kali," kata Kazuya di tengah perjalanan mereka menuju taman ria.
"Tidak bisa, aku sudah berjanji padamu," jawab gadis itu. Kazuya tersenyum senang karena Mikan berpegang pada janjinya, lalu merentangkan tangan transparannya untuk memeluk Mikan.
"Micchan baik sekali! Aku suka Micchan!" pekiknya girang. Mikan menghalau Kazuya dengan mengibaskan tangannya, tapi hantu itu dengan gesitnya berkelit.
Taman ria kecil itu tidak terlalu ramai, walaupun sekarang hari Minggu. Mikan mengikuti perintah Kazuya yang berteriak dari dalam dirinya menaiki wahana apapun yang hantu itu inginkan. Mikan bahkan harus berjuang saat Kazuya memintanya menaiki roller coaster untuk yang ketiga kalinya.
Dengan kaki yang pegal, kepala yang puyeng dan perut yang mual, Mikan meregangkan tubuhnya sambil duduk di bangku.
"Micchan, kita naik itu yuk!" seru Kazuya.
"Kazu, aku capek sekali. Kau sih enak, tinggal diam di tubuhku dan tidak merasakan betapa capeknya semua ototku," protes Mikan. Kazuya jadi merasa tidak enak.
"Maaf ya Micchan."
"Tak apa."
Kazuya mengamati sekelilingnya. Dia melihat ada tempat adu ketangkasan.
"Seandainya sekarang aku masih hidup, aku pasti akan memberikan salah satu dari boneka-boneka itu untukmu sebagai permintan maaf," ujarnya. Mikan melihat tempat adu ketangkasan itu dan mengerti maksud Kazuya.
"Kuterima niat baikmu. Sebenarnya, Kazu bisa saja melakukannya," kata Mikan.
"Jangan bercanda, aku kan sudah tidak punya tubuh lagi," kata Kazuya.
"Kau kan bisa menggunakan tubuhku, ayo," Mikan berlari menuju tempat adu ketangkasan itu. Kazuya bingung.
"Kau tinggal memberiku instruksi dan aku akan mengerjakan sesuai dengan yang kau katakan," ujar Mikan mantap dengan bola di tangan.
"Baiklah. Santai saja. Tetapkan satu titik sebagai sasaranmu, lalu saat melempar, putar pergelangan tanganmu untuk merotasi bola ke arah yang kau mau," jelas Kazuya. Mikan melakukan semuanya dengan baik, dan, praak! Semua kaleng itu jatuh berguling-guling. Di dua kesempatan lainnya juga hasilnya serupa. Mikan mendapat sebuah boneka teddy bear putih besar sebagai hadiahnya.
"Pemberianku!!" sahut Kazuya girang.
"Kunamai Kazuya juga ah," celetuk Mikan.
"Micchan, sebelum pulang kita naik itu yuk," jari tembus pandang Kazuya menunjuk ke arah kincir raksasa.
"Baiklah."
Mikan yang naik sendirian bersama boneka beruangnya sempat ditanyai oleh pengawas wahana kincir raksasa itu. Di dalam, Mikan meletakkan boneka beruang barunya di kursi di hadapannya. Mentari yang tak terlalu menyengat membuat pemandangan kota entah bagaimana jadi lebih indah.
"Capek juga ya, hari ini. Ngomong-ngomong, kok kau tahu cara melempar bola yang baik seperti tadi? Kau ikut klub apa?" tanya Mikan.
"Entahlah, pengetahuan itu ada di kepalaku begitu saja. Aku sendiri tidak ingat."
"Oh, begitu ya. Tapi, hebat sekali kau. Terima kasih banyak untuk bonekanya," ujar Mikan.
"Yang seharusnya berterima kasih itu aku, Micchan. Terima kasih banyak karena sudah mau menemaniku yang egois ini," suara Kazuya terdengar dari dalam boneka beruang itu.
"Bukan masalah. Aku juga merasa senang kok, jadi kita impas," kata Mikan pada beruang itu.
***
"Aku pulang!" seru Mikan saat dia tiba di rumah. Baru saja dia meletakkan boneka beruangnya di atas kasur, Kazuya mengatakan sesuatu.
"Micchan, sepertinya aku tahu apa yang menjadi ganjalan bagiku untuk pergi ke dunia sana," katanya.
"Apa?" tanya Mikan.
"Ada di sekolah. Di gudang belakang tempat kita bertemu," jawab arwah itu. Mikan keluar lagi dari rumah, menuju SMA Seisou.
***
Di sekolah ternyata masih ada orang, anggota klub baseball yang sedang berlatih tepatnya. Saat melewati lapangan, arwah Kazuya berhenti sejenak, memandangi field.
"Ada apa?" tanya Mikan.
"Aku ingat, aku dulu anggota klub baseball juga," kata Kazuya sambil menatap setiap orang yang ada di field.
Mikan juga melakukan hal yang sama. Ada seorang pemain yang melihat kehadiran Mikan, lalu mencari temannya dan berbisik-bisik. Mikan merasa aneh.
"Mereka kenapa? Sepertinya sedang membicarakan aku," kata Mikan.
"Mungkin karena kau manis jadi mereka tertarik," jawab Kazuya asal.
***
"Jadi, benda apa itu?" tanya Mikan setelah mereka sampai di gudang belakang.
"Nanti kau akan segera tahu. Tapi sebelumnya, aku ingin mengatakan kalau aku merasa senang dengan semua hal yang kita jalani bersama dalam waktu yang sangat singkat ini. Aku bersyukur karena bertemu denganmu," kata Kazuya. Mikan menyadari kalau tubuh Kazuya perlahan-lahan menghilang.
"Kazu! Tubuhmu!"
"Ya, karena ganjalan di hatiku sudah hilang, aku juga akan segera kembali ke alam sana. Satu hal yang kau harus tahu, aku menyayangimu, Mikan."
Itu pertama kalinya Kazuya memanggil Mikan dengan namanya. Mata Mikan mulai berkaca-kaca.
"Aku juga," kata Mikan.
"Terima kasih untuk semuanya. Selamat tinggal." Dan Kazuya menghilang, meninggalkan Mikan sendirian di gudang belakang. Mikan tak menyangka bahwa pertemuannya dengan Kazuya sesingkat itu.
Saat akan berbalik pulang, Mikan melihat ada sepucuk surat di kolong meja. Entah mengapa, tapi dia mengambilnya dan melihat namanya tertera di sana. Saat Mikan memeriksa siapa penulisnya, dia kaget melihat nama di balik amplop putih itu.
Mikan berlari ke lapangan baseball, mencari salah satu anggotanya. Yang dia temui adalah orang yang tadi berbisik-bisik dengan temannya setelah melihat dirinya.
"Kau kenal dengan yang namanya Kazuya?" tanya Mikan terburu-buru.
"Igarashi Kazuya? Iya, dia dulu anggota kami," jawabnya.
"Dulu?"
"Sampai dua minggu yang lalu, tepatnya, sebelum dia mengalami kecelakaan dan tewas."
Mikan terhenyak mengetahui kenyataan itu. Kazuya memang tidak pernah menceritakan bagaimana dia tewas.
"Lalu, apa kau tahu mengenai surat ini?" Mikan mengacungkan surat yang tadi dia temukan.
"Itu ditulis oleh Igarashi sebelum dia tewas. Katanya dia ingin memberikan itu pada gadis yang disukainya, padamu."
Mikan tak tahu harus bicara apa. Ternyata, Kazuya punya perasaan seperti itu padanya. Mikan bingung, apakah pertemuan mereka tak disengaja oleh takdir, atau memang Kazuya terus menanti Mikan di sana bersama suratnya? Kenapa saat mereka bersama, Kazuya tidak mengatakan perasaannya padanya secara langsung? Dengan membendung emosi yang berkecamuk dalam dirinya, Mikan berlari pulang.
***
Mikan membuka pintu kamarnya, melihat boneka beruang putih di atas kasurnya duduk manis bagaikan menyambutnya. Dengan langkah gontai, Mikan meraih beruang putih yang lembut itu dan memeluknya hangat.
"Kazuya, aku menyayangimu.."
Jumat, 09 Januari 2009
Langganan:
Postingan (Atom)